Sunday, September 18, 2011

MALAM MINGGU DI BERLIN

Berlin, Sabtu 17 September 2011


Toko Erotik di Berlin
Hari Pertama datang di Berlin, kami memutuskan untuk makan malam di kawasan K'damm. Kebetulan cuaca cerah dan matahari tenggelam sekitar jam 19:30. Tempat yang kami pilih cukup ramai dikunjungi, salah satu indikasi bahwa restoran ini masakannya enak. Ternyata tempatnya pun asik, sangat terasa nuansa Eropa-nya. Ya iyalah.. yang berwajah Asia cuma kami berdua, saya dan seorang peserta dari 'kadin' German di Jakarta. 

Restoran tempat yang pilih letaknya di pojok dekat perempatan. Dari tempat kami duduk terlihat sebuah toko yang membuat mata terbelalak. Makan pun jadi makin nikmat. Menu yang saya pilih untuk makan malam adalah spaghetti bolognese. Harganya 6.00 Euro (1 Euro = Rp. 12.080,- pd tgl 15 September 2011). Porsinya ternyata untuk orang Eropa, jadi banyak sekali. Nggak habislah sekali santap. So, pasti kubawa pulang ke hotel untuk disimpan, siapa tahu kelaparan mendadak punya persediaan makanan siap saji tinggal dihangatin pake microwave. Saya juga memesan minuman lemon hangat seharga 2.50 Euro.  



Awalnya kami sempat berpikir makan dengan harga segitu termasuk mahal. Ya kalau setiap kali membeli ini itu dikurs-kan ke mata uang rupiah, jatuhnya akan selalu mahal dan Ini karena kami berpikir bahwa bayarnya pakai uang sendiri yang dibawa dari Indonesia. Uang rupiah kita yang ditukar euro. Tentu saja akan terasa mahal. Padahal sebenarnya tidak seperti itu. IIJ memberi kita allowance (baru Sabtu pagi tadi dibagikan). Nah, gunakan uang itu semestinya. Ya itu tadi, untuk membeli makan malam. Ya kan.. ?! Artinya kita tidak bayar pakai uang sendiri... 

Setelah merasa cukup menikmati suasana malam minggu sambil santap malam, kami pun memutuskan pulang ke hotel sekitar jam 20:00 waktu Berlin. Cuaca tidak  begitu dingin dan rasanya masih dinginan puncak pass Bandung deh.. Pakai kaos pun tubuh masih bisa menerima suhu udara malam di Berlin.

(bersambung..)





TINGGAL DI KAMAR MEWAH

Berlin, 18 September 2011


Sabtu sore. Cuaca di Berlin sangat bersahabat. Matahari tenggelam sekitar pukul 19:30 waktu Berlin. Saya sempatkan untuk memotret pemandangan disekitar hotel dari kamar di lantai 4. Alhasil inilah foto-fotonya, nggak terlalu bagus karena terus terang aja saya masih belajar pegang camera SLR. Hehe.. 

Citadines Apart' Hotel - Ascott Group. Kamar saya di lantai 4.  


DISAMBUT MATAHARI BERLIN (Part1)

Berlin, 17 September 2011


Citadines Hotel. Masing-masing peserta mendapat satu kamar dengan fasilitas lengkap ala apartemen. Panitia mendatangi satu persatu kamar peserta untuk memberikan 1 tas, isinya antara lain:





  • Brosur tentang Multimedia and Online Journalism (ini short course yg saya ikuti), Promoting Professional Media, economics and Business Journalism, IIJ Summer Academy.
  • German Word by word. Semacam phrase-book, siapa tau kesulitan ngomong English, bisa buka nih buku ada bahasa German-nya dan cara ngucapin.
  • Brosur tentang Berlin, termasuk Berlin map dan S+U-Bahn-Netz yaitu brosur berisi informasi tentang peta metro (kereta underground) dan bus yang stasiun dan haltenya saling terintegrasi. 


  • Buku 'Online Media Management' yang dikeluarkan IIJ. Berisi tentang foto-foto staff yang akan melayani partisipan, foto-foto peserta dan informasi umum yang perlu diketahui peserta terkait dengan kursus dan general informasi tentang Berlin termasuk alamat Kantor Kedutaan Negara masing-masing partisipan.
15 Peserta dari 10 Negara
  • Tiket Kereta dan Bus langganan. Berlaku untuk tujuan kemana pun di kota Berlin, sehingga partisipan tidak perlu mengeluarkan uang lagi dari hotel ke tempat kursus atau berbagai tujuan lain di Berlin. Caranya, cukup dengan menunjukkan tiket bus pada supirnya atau tunjukkan pada petugas kereta jika ditanya saja. 
  • ID Card dari GIZ. Ini juga penting karena dengan ID Card ini kita bisa masuk ke tempat-tempat wisata free of charge. Cukup dengan menunjukkan ID Card tersebut dan Kartu Pers yang kita bawa. 
Masing-masing peserta kursus juga mendapatkan allowance untuk biaya hidup selama tinggal di Berlin, yaitu untuk makan siang dan malam. Sehari mendapat 24 euro, tapi jika ada acara makan malam yang diadakan Panitia, allowance-nya dikurangi oi. Ah, berapa pun ya tetap disyukuri. Total selama kami disini mendapat allowance sebesar 289.20 Euro. Sarapan sudah disediakan oleh pihak Hotel selama kami tinggal disini. Begitu pula dengan teh dan coffee, disediakan oleh Hotel sepanjang hari, free. 

Saya sengaja membawa botol minum kosong dari rumah supaya nggak selalu membeli air minum. Hemat, karena harga air mineral cukup lumayan disini. Harga 1 liter air 0.50 euro  (1 euro = Rp. 12.080,-). Jadi setiap kali jalan-jalan, saya isi botol air dengan menggunakan air kran di hotel yang aman untuk langsung diminum. 

Pk. 15:30 waktu Berlin, kami diajak keliling sekitar hotel dengan berjalan kaki. Matahari Berlin masih bersinar terang, membuat langkah kaki kami jadi ringan. Kedatangan kami benar-benar disambut sinar matahari Berlin jelang autumn. Staff IIJ menjelaskan pada kami, bahwa toko-toko groceries di sekitar hotel, harganya mahal dan tutup pada hari Minggu. (bersambung..)

Saturday, September 17, 2011

TAKE OFF TO BERLIN (Part 2)

Amsterdam, 17 September 2011

  • Pk. 10:37 wib atau 5:37 Amsterdam- pesawat KLM yang kutumpangi pun 'touch down' alias landing di Schiphol Airport, Negeri Kincir Angin. Jadwal penerbangan berikutnya 08:10 WIB, so cukup ada waktu buat jalan-jalan di area bandara. Oh ya, kami ganti nomor penerbangan artinya ganti jenis pesawat untuk jarak tempuh pendek. Sambil nunggu beli hot chocolate ukuran small seharga 2.90 Euro. Saat beli euro 15 September 2011 (sehari sebelum keberangkatan) kurs 1 Euro = Rp. 12.080, jadi bisa dihitung berapa rupiah segelas hot chocolate. 

  • Pk. 07:30 waktu Amsterdam atau 13:30 WIB - Saya terpaksa berlari-lari menuju ke boarding lounge karena ternyata jauh banget tempatnya dan baru menyadari bahwa waktunya sempit, apalagi harus melewati pintu imigrasi dan tentu saja ada antrian. Beruntung antrian imigrasi tidak panjang, sehingga nunggu nggak sampai 5 menit, giliran saya mendatangi loket petugas imigrasi Schiphol deh. Seperti biasa petugasnya menanyakan apa tujuan kamu datang ke Berlin, berapa lama tinggal disana. Petugasnya beruntung nggak reseh banget. Dengan melewati gate imigrasi di Schiphol, sekaligus sudah memasuki kawasan negara dengan visa schengen, artinya ketika nanti di Berlin, saya tidak perlu lagi melewati imigrasi, tidak ada lagi pengecekan visa. Selepas dari pengecekan data ini yang paling reseh deh. Hand carry alias tas jinjing harus melewati scanner dan tas setiap orang digeledah. Cukup makan waktu juga karena salah satu tas jinjingku isinya camera SLR, handycam, camera pocket, external hardisk, nutrisi herbalife rasa coklat. Sebenarnya mereka itu nyari barang bawaan yang 'liquid' (cairan) sifatnya. Dengan penuh percaya diri saya jelaskan bahwa tidak ada sama sekali barang liquid. Saya kebetulan membawa 2 botol kosong air mineral, ini sengaja saya bawa untuk kondisi darurat kali-kali aja harus BAB. Disana kan WC nya kering, nggak pake kran untuk cebok. Tapi akhirnya saya putuskan untuk membuangnya juga, meski petugasnya tidak melarang. Dengan pertimbangan, botolnya tipis, udah mulai reyot dan saya tinggal menempuh perjalanan kurang lebih 1 jam. Perut masih dalam kondisi normal, belum ingin BAB. Toh kalaupun kepengen, masih bisalah ditahan-tahan dikit.. hehe.. Ok, selesai melewati pemeriksaan imigrasi, langsung berlari menuju gate D-77 yang lumayan jauh itu...
  • Pk. 08:20 Amsterdam - pesawat KLM take off menuju ke Schonefeld Airport, Berlin, German. Announcement Pramugarinya sih penerbangan sekitar 1 jam dan tanpa perbedaan waktu antara Amsterdan dengan Berlin. Selama on board kerjaan saya ngamatin pramugara dan pramugarinya. Ada yang muda, ada juga yang udah tua dan sedikit gendut, masih dipakai juga. Artinya airlines ini menghargai profesionalisme dan pengalaman seseorang. Pesawat tertua di Eropa ini, terbang pertama kali 12 September 1919. Penerbangan pertama ke Batavia, dilakukan tanggal 1 Oktober 1924 dan yang jelas saat itu yang terbang kesini statusnya masih penjajah ya.. 
  • Pk. 09:10 Berlin time - pesawat mendarat dengan selamat. Kesan pertama ketika memasuki bangunan bandara kok buruk ya. Kumuh, kotor. Ibaratnya kalau baju kok kucel ya. Dibandingkan dengan Soekarno-Hatta masih lebih bagus loh. Saat pengambilan tas bagasi pun tidak terlalu ribet. Untuk trolley, kita harus memasukkan 1 koin euro. Begitu sampai diluar, saya sudah ditunggu oleh staff IIJ-GIZ dengan membawa paper bertuliskan IIJ-GIZ. Kami pun saling berkenalan, termasuk dengan peserta dari Cambodia yang sudah sampai lebih dulu. Kami menuju ke hotel dengan menggunakan taksi. Eh, supir taksinya cerita kalo kita termasuk beruntung karena datang pas cuaca cerah, ada matahari. Dia bilang Jum'at dan Sabtu ini ramalan cuaca menunjukkan cerah, ada matahari. 
  • Hanya sekitar 15 menit dari Bandara ke Hotel Citadines di Olivaer Platz, kawasan Kurfurstendamm, semacam jalan protokol. Nah, kawasan ini termasuk elit. Wow! Sore nanti jam 15:30 waktu Berlin, seluruh peserta dimohon berkumpul untuk briefing dan jalan-jalan mengenal lingkungan sekitar hotel. Hasilnya saya share nanti ya...Saya mau ke kamar dulu untuk berbenah dan mengenali seluk beluk fasilitas di kamar. (bersambung..)



TAKE OFF TO BERLIN (Part 1)

Jakarta, 16 September 2011

  • Pk. 10:00 WIB - Visa Schengen dan Paspor diambil langsung di Kedutaan German, Jl. Thamrin No. 1. Jakarta. Sebenarnya Visa sudah didapat sehari sebelumnya (Kamis, 15 September 2011). Namun karena ada bantuan dari staff lokal, maka Paspor bisa diambil oleh staff lokal tersebut. Persis waktu yang dibutuhkan dari apply Visa sampai jadi adalah 10 hari. Saya tidak perlu bayar sepeserpun untuk Visa karena diberikan gratis dari Kedutaan, ini bagian dari pelayanan sebagai peserta terpilih untuk mengikuti 'Online Media Management' diselenggarakan oleh IIJ/GIZ di Berlin, Jerman. 
  • Pk. 17:05 WIB - Sampai di Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng. Sudah ada 2 teman yang menunggu untuk mengantar pergi. Antrian kelas ekonomi di counter KLM (The Royal Dutch Airlines) cukup panjang. Sayang, beberapa hari sebelumnya saya nggak ada waktu untuk browsing nih airlines. Ternyata calon penumpang bisa melakukan 'online ceck-in' dan ketika tiba di bandara, tidak perlu melakukan antrian lagi. Tapi akhirnya antrian panjang calon penumpang kelas ekonomi, bisa melakukan ceck-in juga di counter khusus 'online ceck-in'. Barangkali karena sudah sepi. Oh ya, calon penumpang nggak bisa milih nomor tempat duduk. Jika mau duduk di aisle atau row atau dekat jendela, bisa pesan tapi bayar sebesar 41 Euro. Wow! Sayang bener ya. Beruntung saya dapat tempat duduk row nomor 34-D.
  • Pk. 19:12 WIB - Pesawat KLM jenis Boeing 777-300 dengan nomor penerbangan KL 810 take off. Wah, rupanya 'itinerary' yang dikirim oleh panitia via email, tidak sesuai. dalam itinerary tersebut, tidak tercantum bahwa pesawat akan transit di Kuala Lumpur. Saya sendiri baru tau saat melakukan ceck-in. Penerbangan dari Jakarta - Kuala Lumpur, menurut informasi yang disampaikan oleh Captain Pilot selama 1:25 menit. 
  • Pk. 20:38 WIB - Pesawat yang saya tumpangi 'touch down' daratan Malaysia. Saya benar-benar cek jam tangan dan mencatat dalam notes. Selisih waktu Jakarta - Malaysia adalah 1 jam lebih cepat, artinya pesawat mendarat jam 21:38 waktu Kuala Lumpur. Saat dipesawat dikasih tau tuh seluruh penumpang turun dari pesawat untuk transit selama 30 menit. Sebenarnya agak berat untuk turun transit, mengingat 'hand-carry' saya ada 2 tas, dimana 1 tas terisi penuh barang-barang elektronik (laptop, camera SLR, dan handycam, serta snack). Lumayan berat sih. Tapi mau gimana lagi ya.. harus diikuti. 
  • Pk. 22:30 WIB atau 23:30 waktu Kuala Lumpur, dengan pesawat yang sama, kita take off lagi menuju Amsterdam. Menurut penjelasan captain Pilot, perjalanan akan ditempuh selama 12 jam. Ok, dalam hati saya perjalanan selama itu tentu akan kumanfaatkan untuk TIDUR! Ya, tidur. Karena beberapa hari sebelumnya, benar-benar     sibuk banget selalu pulang larut. Sampai ketemu ya dengan kisah saya transit di Amsterdam! 







Saturday, March 19, 2011

On Camera (Part 2) - Vocal dan Pernafasan

VOCAL
Apakah vocal itu ? Vocal atau suara adalah sesuatu yang terkait dengan suara. Kenapa harus dipelajari? Ya, karena sebagai reporter TV 70% suara kita digunakan untuk on air. Suara kita adalah identitas diri kita saat mengudara. 

SUARA DIAFRAGMA
Untuk meningkatkan mutu suara, kita mengenal nada, resonansi (gema) dan tone (pola, gaya, tekanan suara). Para trainer suara mengatakan bahwa suara terbaik kita adalah suara diafragma. Ketrampilan ini bisa dipelajari dengan cara sederhana khususnya bagi kalian yang punya profesi sebagai Reporter. 

Pernafasan
Setiap hari kita bernafas bukan? Lalu apa yang bisa kita pelajari dari cara kita bernafas dan apa kaitannya dengan suara? Ketika kita masih bayi, sebenarnya cara bernafas sudah benar, yaitu bernafas dengan diaphragm (diafragma). Namun, setelah dewasa - apalagi yang pengen jadi reporter/presenter handal -  harus belajar lagi bernafas dengan benar. Ya, karena orang dewasa kebanyakan bernafas menggunakan 'dada atas'. Bernafas dengan benar, membantu kita memanjangkan durasi berbicara. 

Cara Praktis Test Pernafasan
Ada cara praktis buat kita untuk mengetahui apakah kita bernafas dengan benar atau tidak. Berdirilah di depan cermin. Tarik nafas dalam-dalam. Jika bahu anda turut bergerak ke atas mendekati bahu saat anda menarik nafas, itu berarti anda TIDAK bernafas dengan diafragma.

Tips Praktis Latihan Nafas Diafragma
Siapkan buku tebal misalnya buku Peta DKI Jakarta atau buku kuning telepon. Nah, sekarang berbaringlah di lantai. Relax ya...  Ambil buku yang paling berat, letakkan di atas perut Anda. Ambil nafas dalam beberapa kali. Usahakan buku di atas perut anda, bergerak naik saat anda menarik nafas, dan bergerak turun saat anda membuang nafas. JIka anda bisa melakukan ini, itu berarti pernafasan diafragma anda berhasil bekerja. Perhatikan! Selama anda bernafas dengan diafragma ini, bahu anda relax kan? Tidak ikut bergerak naik turun. 

CARA MEMBACA YANG BAIK
Ada 5 point kunci dalam membaca narasi atau naskah, yaitu :

  • pemenggalan kalimat (phrasing). Kemampuan untuk memenggal satu kalimat menjadi bagian-bagian tertentu, sehingga secara keseluruhan apabila kalimat tersebut diucapkan dapat dimengerti sesuai dengan makna yang terkandung di dalamnya. Contoh Phrasing: KUCING / MAKAN IKAN MATI // Maknanya : yang dimakan kucing adalah ikan mati. KUCING MAKAN / IKAN MATI // Maknanya : ada 2 peristiwa berbeda yaitu sementara kucing makan, ada ikan mati. KUCING MAKAN IKAN / MATI // Maknanya : kucing itu mati, karena makan ikan. (notes : garis / adalah koma. Sedang garis // adalah pengganti titik ) 
 
  • lagu kalimat (intonation). Tinggi rendah level suara pada bagian-bagian tertentu dari satu kalimat, sehingga terdengar seolah-olah kita tidak membaca namun sedang berbicara.
  • penekanan (articulation). Setiap kata memiliki makna sendiri-sendiri, karena itu artikulasi sangat penting. Berikan tekanan tertentu pada kata atau kalimat yang mengandung makna mendalam.
  • kecepatan membaca (reading speed). Rata-rata kecepatan membaca normal antara 110-220 kata permenit. Dan kecepatan membaca satu kata dengan kata lainnya bervariasi, tergantung pula pada artikulasi. Ketika memberikan artikulasi pada sebuah kata, otomatis kita akan membacanya dengan speed sedikit lambat dibanding kata lainnya.
  • jeda (pause). Jeda memainkan peran penting saat kita membaca narasi yang terdiri dari beberapa alinea. Tanpa jeda, struktur kalimat akan rusak. Narasi yang kita baca tidak akan punya makna. Jadi membaca lancar, bukan berarti tanpa jeda, namun tempatkan jeda dengan tepat saat membaca narasi. 

TONGUE TWISTER
Tongue Twister adalah sebuah permainan membaca yang awalnya berasal dalam bahasa Inggris, dimana dalam bacaan tersebut banyak kata-kata yang mirip bahkan sama dalam melafalkannya hanya saja memiliki makna yang berbeda. Tongue twister digunakan untuk melatih reporter membaca lancar tanpa salah, sekaligus berlatih membaca untuk menerapkan 5 point kunci diatas. 

Bright blue blisters bleeding badly
The big baker bakes black bread
This crisp crust crackles crunchily
How many cuckoos could a good cook if a good cook could cook cuckoos?
Twenty tinkers took two hundred tin tacks to toy town, If twenty tinkers took two hundred tin tacs to toy town, how many tin tacks did each of the twenty tinkers going to toy town take?

(dicuplik dari buku 'On Camera' - Panduan Praktis yang sedang dalam proses penyusunan. Penulis)





On Camera (Part 1)

Melakukan reportase di depan camera adalah bagian dari tugas seorang reporter TV. Tugas ini sebaiknya dipercayakan kepada reporter yang sudah punya pengalaman cukup dalam menulis berita atau mereka yang sudah terjun di lapangan sebagai reporter selama minimal 1 tahun. Mengapa? Karena untuk melakukan reportase yang diucapkan, membutuhkan sejumlah ketrampilan dan umumnya reporter muda belum memiliki ketrampilan memadai untuk melakukan reportase.  

Ketrampilan dasar yang harus dimiliki seorang Reporter sebagai berikut :


  1. Ketrampilan menulis berita. Kemampuan menulis berita bisa diperoleh seorang reporter, jika ia sudah terjun ke lapangan minimal 1 tahun. Inipun tidak hanya sekedar menuangkan fakta dan data temuan di lapangan dalam narasi, namun tulisannya menggunakan bahasa tutur atau bahasa jurnalistik TV yang baik. Seorang reporter muda yang belum punya pengalaman menulis cukup, akan mengalami kesulitan ketika harus melaporkan hasil liputannya dengan cara diucapkan di depan camera. Karena itu jangan heran, jika melihat reporter-reporter muda yang tampil di layar tv saat ini, ketika bertugas reportase, ucapannya belepotan, tidak jelas pesan yang ingin disampaikan. Tata bahasanya kacau balau. Banyak mengucapkan kata-kata mubazir yang sebenarnya tak perlu.
  2. Ketrampilan membaca narasi. Fakta dan data hasil temuan di lapangan, tidak begitu saja dibacakan, namun membutuhkan teknik membaca narasi yang baik yaitu yang sesuai dengan makna pesan atau kata.Ketrampilan ini hanya bisa diperoleh dengan latihan membaca naskah berita secara terus menerus atau rutin. Maka waktu 1 tahun dianggap paling toleran bagi reporter muda untuk mempelajari ketrampilan membaca naskah berita. 
  3. Ketrampilan tampil di depan camera. Tampil di depan camera tidak hanya sekedar menyampaikan reportase dengan lancar, namun perlu bahasa tubuh dan mimik muka yang tepat. Berita politik misalnya, dibacakan dengan mimik muka serius dan pengucapan narasi yang tegas. Berbeda dengan berita bencana, cara membawakan dan membacakannya pun memerlukan gaya tersendiri. 
Saran penulis agar ketrampilan dasar tersebut mudah dipraktekkan, maka ketika reporter mendapat tugas liputan, manfaatkan waktu dilapangan dengan sebaik-baiknya. 

  • Gunakan waktu menunggu narasumber untuk latihan tampil di depan camera. Naskah untuk latihan reportase sudah dipersiapkan jauh hari sebelumnya dan siapkan beberapa jenis naskah yang berbeda cara membacanya. 
  • Luangkan waktu minimal 10 menit setiap kali liputan untuk merekam gaya anda melakukan reportase. Jika ini dilakukan tiap hari, maka anda dengan sendirinya akan terbiasa dengan camera. 
  • Jangan lupa, mintalah pendapat trainer di kantor Anda atau seseorang yang Anda percaya untuk menilai penampilan Anda tersebut supaya ada perbaikan dari waktu ke waktu. Niscaya jika rajin dan serius melakukan ini, maka dapat mempercepat karir Anda untuk tampil di depan camera. Bisa jadi, Anda tidak perlu menunggu 1 tahun untuk melakukan reportase on camera.




 (dicuplik dari buku 'On Camera' yang sedang dalam proses penyusunan)