Friday, October 02, 2009

TIPS REPORTASE BENCANA


Prihatin dengan hasil reportase bencana gempa di Padang, saya tergerak untuk menorehkan seberkas catatan.

Beberapa hari lalu saya menyaksikan seorang rekan jurnalis TV mewawancarai seorang pria yang berhasil menyelamatkan diri keluar diantara puing-puing reruntuhan tanpa luka yang berarti. Saya sangat menyayangkan, wawancara yang dilakukan bersama korban selamat terasa ‘hambar’, sama sekali tidak menunjukkan rasa ‘empati’ 'simpati', bahkan terkesan bersemangat seolah melakukan reportase pertandingan olah raga. Mudah-mudahan tips saya berikut dapat membuka wawasan.

Alangkah baiknya bila wawancara diawali dengan ucapan syukur, tunjukkan rasa simpati dan empati kepada saudara kita yang selamat dengan mengucapkan :

Reporter (R) : “Syukur Alhamdulillah bapak, selamat dari bencana. Nama bapak ?
Narasumber (N) : (misal) Abdullah
R : Ada bagian tubuh bapak yang terluka atau tergores pak?
N : bla bla bla
R : ‘Alhamdulillah ya pak, masih diberi umur panjang tanpa luka berarti ya pak. Bagaimana upaya bapak bisa keluar dari puing-puing reruntuhan?
N : bla bla bla
R : Bagaimana situasi rongga tempat bapak selamat?
N : bla bla bla


Reporter harus benar-benar memperhatikan jawaban narasumber, apakah ia keluar dengan bantuan alat dari tim rescue atau berusaha keluar seorang diri? Bagaimana tim rescue bisa menemukan posisi korban, bisa ditanyakan berikut :

R : Sesaat setelah kejadian gempa, bapak sadar dan bersyukur telah selamat dari bencana? Saat itu, apa yang terpikirkan oleh bapak?
R : Apa yang pak Abdullah lakukan untuk meminta bantuan?

Pertanyaan selanjutnya tentu saja tergantung dari jawaban narasumber. Misalnya : narasumber berteriak-teriak minta tolong, tanyakan berapa lama atau berapa kali melakukan teriakan minta tolong? Sejak terjebak di reruntuhan, sampai bisa menyelamatkan diri, berapa lama waktunya? Jika narasumber tidak minta tolong, ternyata berusaha sendiri menyelamatkan diri, tanyakan pula, kenapa korban berpikir demikian? Wawancara selanjutnya korban bisa kita ajak untuk flash back :

R : Saat kejadian berlangsung, pak Abdullah sedang melakukan apa dan bersama siapa pak saat itu?
N : bla bla bla
R : Bagaimana teman-teman yang bersama bapak saat itu?
N bla bla bla

Reporter bisa menanyakan alat komunikasi (HP) yg biasanya selalu kita bawa atau dikantongi, apakah ikut terselamatkan atau bagaimana kondisinya? Kita perhatikan jawaban narasumber dan beri komentar yang tepat tentunya. Tanyakan pula, sejak keluar dari reruntuhan, misalnya 5 jam yang lalu… apakah ada sanak keluarga di Padang? Apakah bapak mengetahui kondisi mereka? Jika tidak ada sanak saudara di Padang, di kota lain barangkali? Nah, tanyakan pula apakah sudah menghubungi keluarga, kerabat atau teman barangkali? Dengan cara apa menghubungi mereka? Jika belum, reporter bisa memanfaatkan moment wawancara dengan menyampaikan hal berikut :

R : jadi sekian jam sejak bapak berhasil keluar dari puing2 reruntuhan, sama sekali belum ada saudara atau teman yang dihubungi ya pak… Mudah-mudahan dg kehadiran bapak bersama saya saat ini, sekaligus mengabarkan, bapak dalam kondisi sehat wal’afiat. Saya turut bersyukur bapak selamat.

Tunjukkan rasa empati kita dengan menanyakan, apakah sudah beristirahat sejenak di tenda pengungsian atau tenda milik PMI untuk diceck kesehatan dan atau mungkin makan minum karena sudah seharian belum makan misalnya, tanggapi ini, dengan turut mengucapkan syukur alhamdulillah. Nah untuk mengakhiri wawancara, reporter bisa menutupnya dengan sekali lagi menunjukkan rasa simpati dan empati. Ucapkan hal berikut :

R : ‘terima kasih banyak pak atas waktunya, atas informasi yang diberikan bapak, sehingga pemirsa yang barangkali saudara, atau teman-temannya berada satu gedung dengan bapak, mudah2an masih dalam keadaan selamat seperti bapak. Bisa menunggu di celah atau rongga2 reruntuhan ya pak sampai bantuan datang. Kita semua mendo’akan keselamatan saudara-saudara kita. Terima kasih pak Abdullah, silakan pak jika bapak ingin beristirahat kembali… ,

Dengan sungguh-sungguh kita ucapkan syukur dan TERIMA KASIH karena kita mendapatkan informasi dari seorang narasumber korban bencana. Kita harus sangat berterima kasih kepada korban karena tanpa kesediaannya dan informasinya, reportase kita di lapangan akan ‘garink’ bukan.. Kesungguhan ini juga untuk menunjukkan bahwa kita tidak mengambil ‘keuntungan’ di tengah bencana. Menurut saya, jika wawancara yang kita lakukan terkesan datar, hambar, bahkan terlalu bersemangat dalam mengorek keterangan dari korban, mengesankan kita hanya memanfaatkan korban semata bukan? Maka mohon diperhatikan dengan sangat hal ini. Sampaikan selalu pengharapan dan do’a semoga korban-korban gempa masih banyak yang bisa diselamatkan diantara puing-puing reruntuhan. Insya Allah, Allah SWT pun akan mendengarkan pengharapan dan do’a kita.

Sekali lagi bahwa semua wawancara yang dilakukan secara ‘live’ tentu pertanyaan selanjutnya tergantung dari jawaban narasumber. Hanya saja kita sebagai reporter harus selalu ingat, bahwa tempatkan diri kita seolah kita menjadi salah satu korban yang selamat atau kita memiliki teman atau saudara yang kemungkinan ada bersama korban-korban gempa lainnya.. Menyadari bahwa korban bencana adalah saudara kita, sebangsa. Tumbuhkan sikap kebersamaan dan solidaritas sosial kita. Perasaan-perasaan ini harus dimunculkan untuk menumbuhkan sikap simpati dan empati, sehingga kedalaman informasi bisa kita gali dari korban selamat dan atau mengomentari kondisi pasca gempa secara luas.

Reporter juga harus mengatur ‘pitch control’ suaranya ketika melakukan reportase. Sebaiknya gunakan nada rendah, turunkan 1-2 nada dari biasanya jika kita berbicara.. Gunakan speed sedang (tidak terlalu cepat, juga tidak terlalu lambat) saat menyampaikan laporan atau kesaksian.. Dengan mengatur pitch control dan speed, mudah-mudahan bisa mendapatkan ‘nada suara menyentuh’.. sehingga suasana haru namun penuh pengharapan, dapat kita bangun dengan cara demikian.

Pada akhirnya, memang pengalaman di lapangan, matang di lapangan, menentukan kualitas reportase seorang jurnalis. Mudah-mudahan tips diatas dapat membantu teman-teman yang ‘tergolong’ masih baru atau belum memiliki pengalaman sama sekali untuk melakukan reportase bencana. Selamat bekerja, semoga tim rescue semakin banyak menemukan korban selamat di tengah reruntuhan. Amin.

Bintaro, 3 Oktober 2009

Ninok Hariyani